Saat ini memang lagi ramai-ramainya berita tentang penggunaan pengeras suara atau toa masjid yang konon sedang di atur penggunaannya. Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menjadi polemik karena analoginya. Diluar dari polemik itu, sebenarnya ada fakta menarik mengenai toa itu sendiri. Terlebih penggunaan kata toa di Indonesia yang sudah identik dengan penggunaan pengeras suara di masjid.
Menurut Kees van Dijk pengeras suara pada masjid pertama kali dikenal luas untuk menyuarakan azan seja tahun 1930-an. Masjid Agung Surakarta adalah masjid pertama yang dilengkapi dengan pengeras suara tersebut bersamaan dengan masuknya jaringan listrik ke Hindia Belanda.
Toa sendiri adalah merek dagang dari perusahaan elektronik asal jepang yang berdiri sejak 1949 oleh Kazuhiro Takeuchi, dan toa masuk Indonesia pada 1960-an. Toa lalu menjadi alat pengeras suara yang populer di desa dan kota, bahkan mengalahkan merek lain yang terlebih dulu hadir di Indonesia. Popularitas toa hingga saat ini yang menggambarkan alat seperti terompet raksasa, berwarna biru, berbentuk kerucut dan umumnya terlihat di menara masjid atau memakai tiang tinggi. Sesekali toa atau dengan nama lain megaphone ini adalah alat pengeras suara portable yang dibawa oleh pemimpin tour untuk memanggil dan berkomunikasi dalam kelompok besar diluar ruang.
Popularitas toa di Indonesia saat ini sudah sedemikian tinggi. Saat ini mungkin tidak banyak yang tau bahwa toa adalah nama merek dagang, kecuali Anda adalah pedagang elektronik tentu saja. Popularitas Toa sudah seperti orang desa beberapa tahun lalu menyebut naik motor menjadi naik Honda, walaupun kendaraan yang dipakai adalah sepeda motor Yamaha. Atau banyak orang bahkan hingga saat ini terutama di desa menyebut pompa air dengan sebutan Sanyo, walaupun pompa air yang dimaksud adalah Shimizu, atau Panasonic atau banyak merek lainnya. Tetap saja kalo mau beli pompa yang di sebutkan adalah beli sanyo, walaupun ternyata yang dibeli atau pakai adalah pompa Wasser ;)
Popularitas Toa juga seperti orang minum air dalam kemasan dengan minum Aqua, walau yang di minum adalah Ades, Pristine, Ron88 atau merek lainnya. Bahkan saat membeli di warung dengan sebut beli aqua tersebut dan kita di kasih Fit oleh pemilik warung mungkin kita tidak protes dan tetap menerimanya.
Demikianlah sekilas mengenai kenyataan tak terbantahkan seberapa popularnya Toa di industri pengeras suara di Indonesia. Tanpa polemik saat ini pun kehadirannya sudah memiliki first-of-mind masyarakat di Indonesia dan tidak tergantikan. Kehadiran berbagai merek China dengan berbagai merek tidak mudah menggantikan kedigdayaan Toa.
Akhir kata, semoga polemik ini tidak diperkeruh dan segera berakhir. Di tengah negara ini lebih membutuhkan persatuan dibandingkan perpecahan. Ditengah konflik dunia yang memanas atas serangan Rusia ke Ukraina. Mari bersama menyerukan persaudaraan dengan "Toa" kita masing-masing untuk masa depan kemanusiaan, masa depan Indonesia. Salam dalam damai.
Toa untuk Menyerukan Persaudaraan Indonesia